Friday 15 July 2011

Kasak-kusuk Kasus Kontrak Riedl Di Mata Saya

Jelas kisruh ini mengganggu demam Harry Potter saya. Riedl memiliki ejaan sama dengan bahasa inggris dari kata teka-teki atau riddle. Teka-teki? Saya rasa bukan. Suporter kisruh, absurd sekali menurut saya. Dua kubu, jika berani, tunjukkan saja kontraknya ke muka umum, biar saya dan anda yang setiap hari mencaci dan memaki dapat berargumen dengan sehat dan berdasar.

Kontrak kerja, sama dengan kontrak-kontrak lainnya merupakan dokumen penting. Sama pentingnya dengan akta jual beli, SHM bangunan, akta kelahiran, surat nikah, dan mungkin kartu keluarga. Intinya dokumen itu penting dan tidak boleh hilang.

Kontrak memang tidak dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti KTP atau SIM, tetapi kontrak itu memuat hak dan kewajiban antar pihak yang mana isi, pemenuhan kewajiban dan masa berlakunya sangatlah penting untuk diingat. Kebiasaan dan keharusan bahwa kontrak disalin dan ditandatangani (bahkan di bawa ke notaris untuk di sah kan), yang mana salinannya itu di simpan masing-masing pihak.

Dalam kasus Riedl, bagi saya ada 6 kemungkinan paling kasat mata :
1. Kontrak asli (yang seharusnya ada di PSSI) hilang, bisa karena tidak tertib administrasi (tapi bodoh menurut saya, karena terhitung itu kontrak penting).
2. Kontrak asli sengaja dihilangkan oleh pengurus PSSI lama, karena yang baru belum hitungan minggu berkantor (ini bisa saja terjadi melihat track record PSSI lama yang begitu ‘bersih”.
3. Riedl dan agen-nya atau siapapun yang mewakili keberadaannya di Indonesia sangat ceroboh dengan tidak menyimpan kontrak dengan baik dan benar.
4. PSSI baru tidak mencari dengan sungguh-sungguh dan memecat tanpa dasar (karena kontrak yang dijadikan dasar pemecatan itu ‘saat ini’ tidak diketahui keberadaannya dan tidak pernah di share ke publik.
5. Riedl melakukan kontrak dengan pihak yang tidak seharusnya mengkontrak dia, atau dalam hal ini dia tidak dikontrak oleh institusi tapi perorangan (kalau ini benar, maka kontrak seharusnya sudah cacat hukum sejak awal dan tidak dapat dilaksanakan).
6. PSSI baru dan pihak Riedl ataupun bahkan PSSI lama memiliki kontrak tersebut dan sama-sama tidak ingin publik mengetahuinya.

Kontrak sepenting itu hilang dan tidak ditemukan salinannya sama sekali, itu sungguh peristiwa yang menggelikan menurut saya. PSSI baru tidaklah sepenuhnya salah, walaupun mereka memutuskan kontrak dengan sepihak (asas itikad baik sudah dilupakan rupanya), namun jika kontrak itu dari awalnya sudah cacat maka sebenarnya asas itikad baik tidak pernah aktif di dalam sebuah kontrak tersebut sehingga kontrak kapanpun dapat diputuskan oleh pihak yang merasa di rugikan.

PSSI baru seharusnya berani mengungkap ke publik isi kontrak (kalau saya tidak salah, mereka berargumen bahwa Riedl hanya dikontrak oleh Nirwan Bakrie bukan atas nama PSSI) berarti dengan fakta ini seharusnya kontrak itu ada dong, lawong mereka bisa tahu Riedl hanya di kontrak Nirwan Bakrie. Jika kontrak itu cacat hukum atau jika pun kontrak itu ternyata sah, selayaknya kita perlu menjajaki dua kemungkinan, kedua pihak ingin memperpanjang / memperbaharui kontrak atau kedua pihak tidak lagi bersedia terikat secara hukum dalam tinta di atas kertas putih bernama kontrak.

Harus dimengerti oleh semua pihak, bahwa jika kedua belah pihak tidak bersedia lagi terikat, maka putuslah hak dan kewajiban antar keduanya. Tapi hendaklah semuanya di lakukan dalam kondisi mufakat atau kesepakatan, jika tidak dalam kontrak resmi (untuk sekelas pelatih Timnas saya rasa pasti ada klausul Penyelesaian Sengketa) mengapa tidak dimanfaatkan jika merasa dirugikan. Pertanyaannya, apakah Riedl dirugikan dengan diberhentikannya dia dari posisi pelatih Timnas? Yang rugi mungkin para pemain Timnas, namun sayangnya pemain Timnas bukan para pihak dalam kontrak tersebut.

Yang paling membuat saya heran adalah, mengapa Riedl tidak memberikan salinan kontrak yang dia simpan (atau dari sini mungkinkah kita asumsikan kontrak itu hilang, nah kalau sudah begini faktor kesalahan bisa terbagi antar dua pihak). Dalam kondisi ini berpikir logis sangat dibutuhkan, emosional karena takut akan kekalahan di laga pra – kualifikasi tidak ada sangkut pautnya dengan masalah kontrak kerja. Ketakutan akan tidak kompaknya Timnas dengan pelatih baru hanya ada di benak kita, sesuatu yang sifatnya emosional tidak tercakup dan tidak mampu dicakup di dalam deret-deret tulisan di dalam kontrak kerja. Jikapun Riedl ternyata masih memiliki kontrak tersebut maka sebenarnya masalah akan bisa dijelaskan dengan gamblang, dan sebenarnya akan lebih mudah untuk mengetahui siapa yang benar dan siapa yang salah? . Riedl pernah mengatakan bahwa kontraknya sah (http://bola.kompas.com/read/2011/07/15/12424288/Riedl.Ancam.Adukan.PSSI.ke.FIFA) ya kalau begitu tunjukkan ke publik, biar masyarakat memiliki dasar kuat untuk menilai bukan atas dasar ‘kata media’ yang semakin suka mengadu domba dan tidak netral.

Logisnya, jika saya ingin melakukan bisnis jual-beli rambutan, maka saya sebagai pembeli akan mencari seorang petani rambutan yang memiliki hasil produksi yang saya rasa bagus dan akan menguntungkan saya. Namun, setelah saya mendapatkan pembeli tersebut, dia ternyata ogah-ogahan bekerja sama dengan saya atau mungkin dia tidak suka dengan Ibu saya misalnya, atau dia memusuhi adik saya. Dia ternyata tahu bahwa saya bukanlah rekan bisnis yang dia inginkan, nahhhh kalau sudah begini saya rasa, saya akan mencari petani rambutan lain, yang meskipun rambutan produknya tidak seberapa manis namun dia baik dan bisa diajak bekerja sama menyatukan tujuan bisnis rambutan saya. Loginya adalah, untuk apa saya pertahankan seorang petani rambutan yang berpotensi tidak sanggup bekerja secara tim dengan saya dan menghancurkan bisnis saya. Bagaimana menurut anda?

Menurut saya, menunggu dan mengamati adalah langkah yang paling benar. Jangan keputusan ini dikritik, keputusan itu dikritik, semua yang jadi pimpinan juga akan gagap bertindak dan gagu berbicara. Apalagi kalau yang tukang protes bisanya cuma protes saja, malah tambah runyam. Kalau setiap pimpinan baru bertindak sudah di caci maki (sebagian karena emosional saja dan bukan karena dasar pemikiran yang dalam) selamanya kita tidak akan memiliki pemimpin. Atau ini semua karena kita tidak capable untuk di pimpin. Saya agak kurang setuju bahwa pimpinan baru ini kurang lebih hanya berbeda wajah dan tubuh saja tapi watak dan tujuan sih masih sama dengan Nurdin. Ehm, Nurdin saya anggap pantas turusn karena 'selama bertahun-tahun' menjabat ketua PSSI dia tidak memberikan apa-apa kepada publik. Kalaupun di AFF kita gemilang, banyak faktor saya kira yang mendasari bisa karena pelatih, bisa karena pemain, bisa karena suporter yang mana tidak ada faktor yang dominan di antaranya, semuanya saling terkait. Jadi jika Riedl keluar lalu kita kalah? sebenarnya bukan sebuah sikap yang baik, pesimis dan pemikiran negatif itu tidaklah sehat. Tapi apa iya juga kalau Riedl masih melatih kita akan menang?. well, ada yang mengatakan Riedl you are the best, the best diantara siapa, kalau dibandingkan dengan pelatih Timnas jaman keemasan Indonesia tahun 1980? apa iyah masih the best. Ayolah, mencoba berpikir kedepan bukan lagi sentimental dengan kenangan.

Wait and see, bahkan bom waktu pun memiliki kendali. Protes lah dengan benar, fakta itu langkah deduksi sejati untuk menemukan penjahat yang kita cari. Dari sini anda mengerti ?. Stop mencaci dan memaki, anda tahu bahwa jika andapun jadi pemimpin, apa iyah anda bisa de-idealis dan se-naif ini?