Monday 10 January 2011

saya tahu rasanya

saya memegang 11 tiket kelas II, titipan teman-teman sesama Aremania yang sengaja meluangkan hari Minggu nya untuk menonton pertandingan sepak bola Arema vs Persija di GBK Main Stadium. Menonton Arema bertanding bagi kami orang Malang yang mengadu nasib di luar Malang, bagai pulang kampung gratis. Jadi hasrat kami cuma tiga, bertemu Aremania lain, mendukung Arema dan menikmati pertandingan. Itu saja.

Pertandingan dimulai pukul 15.30an, tapi kami (seperti biasa) stand by di depan pintu masuk sejak pukul 14.00. 45 menit sebelum pertandingan dimulai kami baru masuk stadion, tidak seperti laga Timnas dengan banyak orang yang mendadak "fans", laga kali ini terbilang sepi, jadi kami masih bisa santai memilih tempat duduk.

Aremania Gate 8-9 (seperti yang tertera di tiket kami), tetapi kami memutuskan untuk masuk ke Gate 10-11 an (atau Tribun 20-21) yang ternyata merupakan tempat Aremania terkonsentrasi, hanya 4 lajur tribun kelas dua (dibelakang Torch) yang penuh Aremania, sisanya menyebar. Sisi berlawanannnya, yang kami bisa lihat hanya lautan Oranye, tak apa ini kandang Persija, hati saya tidak boleh kecil karenanya.

Jika anda membaca tulisan ini dan berharap menemukan kilas balik pertandingan, anda salah besar. Jadi berhenti saja membaca (jika itu tujuan anda) sebelum anda kecewa.

Kamipun mulai bernyanyi, Sam Yuli sudah berdiri di depan, dan kami siap jiwa raga untuk mendukung Arema. Pemain pemanasan, dan salam "Goyang" pemain yang saya nantikan tidak se "hot" biasanya. Perasaan saya sudah tidak enak, ada yang lain, tapi saya tidak mampu memutuskan itu apa.

Starting Line Up keluar dan saya girang bukan kepalang. Baik, berhenti sampai di sini,tidak ada yang mampu mengalahkan Line Up ini sebelumnya > KMH [1], Njanka [24], Purwaka [2],Waluyo [27], Beny [7], Bustomi [19], Revi [77], Ridhuan [6], Esteban [17], Roman [9], Noh Alam Shah [12]. Saya berani bertaruh, ini Line Up terbaik yang dimiliki Arema saat ini.

Kick Off, pertandingan tidak berjalan baik bagi kami. Keras, dan sedikit brutal. Beberapa diving kotor dan tackling sembarangan di biarkan saja oleh wasit. Saya bukan pengamat sepak bola profesional, saya hanya suporter kelas kambing yang bahkan tidak mampu membeli tiket VIP, tapi saya yakin saya tahu mana yang disebut wasit adil dan mana yang tidak.

Seperti di hantam godam, kepala saya memaksa saya kembali ke beberapa waktu silam. Laga Final Piala Indonesia - Arema versus Sriwijaya - yang berakhir dengan kemenangan Sriwijaya FC. Along kartu merah dan keluar dengan 'indahnya' dari lapangan, menyisakan 10 pemain yang terbengong-bengong, menyisakan sakit luar biasa di dada suporter. Alasannya, kaki Along 'terlalu' tinggi, beberapa saat kemudian kaki Precious 'bersarang' di pipi Roman. NO CARD. Yess, wasit memang hebat.

Lain laga lain cerita. Community Shield, yang mempertemukan Arema kembali dengan Sriwijaya. Hasilnya Arema kalah, tapi bukan itu persoalan yang mengganjal di hati saya. Arema mendapatkan 'hadiah' penalty itu yang menjadi ganjalan. Saya bahkan tidak bisa tersenyum saat Njanka menjebol gawang lawan, saya bahkan tidak bersorak. Di kamar 3x4 tempat kos saya itu, saya hanya bisa duduk termangu. Oh tidak, bukan ini yang saya harapkan dari Njanka, bukan gol seperti ini yang saya harapkan datang dari kaki-kaki singa kami. Kami dapat satu gol, tapi rasa ini tidak membuat saya berteriak 'YESSSSSSSSSSSSSS'. saya sedih. Saya hanya tidak ingin kejadian ini terulang lagi hari ini, tapi ini salah saya.

Saya salah karena berharap terlalu banyak pada kompetisi ini. Orang bilang, ini kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia, dan harus saya akui 'kasta tinggi' memang penuh gengsi. Tapi sepak bola bukan masalah gengsi, ini masalah hiburan masyarakat. Ini masalah kejujuran, masalah menjadi profesional. Kompetisi ini membuat sepak bola Indonesia tidak memiliki masa depan, mempermalukan keprofesionalan pemain dan wasit. Saya seharusnya sadar, saya tengah menghadiri kompetisi macam ini, seharusnya saya sudah siap dengan jargon "HARI INI SIAPA YANG DIBELA WASIT", "HARI INI MILIK SIAPA", "HARI INI SIAPA KUAT BAYARIN ROKOKNYA WASIT", "HARI INI SIAPA YANG 'HARUS' KALAH", dan "HARI INI KANDANG SIAPA". Seharusnya saya tidak boleh lupa dengan semua ini.

Jangan terbuai dengan kemenangan beruntun di AFF, jangan senang dan bangga dengan baju bertuliskan Gonzales atau mungkin angka 17 tertera dengan indahnya di punggung anda. Perjalanan Indonesia masih jauh, dan bahkan kita belum mampu menapak tangga pertama. Kompetisi nasional kita masih amburadul, kualitas wasit kita hancur. Sampai kapanpun kita akan tetap di sini, berjalan di tempat, tidak kemana-mana.

Ketika Persija mengalahkan Singa Gila kebanggaan saya itu pun pada akhirnya, saya tidak mengerti harus mengucapkan selamat dan tertawa bersama ataukah saya harus marah karena kejadian tidak mengenakkan di lapangan selama 90 menit lebih tadi. Tapi The Jak saudara saya, mereka menerima orang-orang beratribut Arema dengan baik di kota mereka, dan selain rasa terima kasih yang dalam, saya tidak tahu harus bicara apa lagi. Tapi sesuatu mencabik hati saya dari dalam, Tim kesayangan saya di pecundangi, bukan salah pemain (baik Persija maupun Arema) mereka hanya bermain (terlepas dari skenario apapun yang terselip di belakangnya. Wasit menodai rasa persaudaraan ini. Tidak ada persaudaraan di sepak bola, terlebih di kompetisi ini. Apa yang saya cari, apa yang anda cari. Kemenangan, kebanggaan, rasa memiliki, itu semua bisa diatur. Perasaan anda dan saya bisa dipermainkan beberapa orang di meja 'PENGURUS'.

---
Saya dan beberapa The Jak [Kami bersaudara]

saya dan gank Aremania

---
Saya yakin, bukan ini yang anda cari. Sama seperti ketika saya memutuskan untuk memesan tiket laga ini jauh-jauh hari, mengosongkan semua jadwal, mengatur rencana dengan teman-teman. Apalagi bagi sebagian Aremania yang mengorbankan waktu dan tenaga untuk jauh-jauh datang dari Malang hanya untuk menyorakkan dukungan. Kami hanya ingin menonton pertandingan dengan hati senang. Bukan kemenangan yang kami cari. Semua Aremania dan Aremania sudah hapal mati tentang ini, kami bukan suporter baru yang marah karena kalah. Menang kalah bagi kami sudah biasa, ini pertandingan dan kami mengerti.

Sepanjang sisa babak kedua tangan saya tidak berhenti mengepal, mata saya dan tunangan saya yang duduk disebelah saya menerawang, kami berpikir. Kami berteriak berkali-kali memanggil nama wasit, pelanggaran demi pelanggaran terjadi, dan pria berbaju kuning itu tak bergeming, seakan-akan tidak memiliki hati, tidak memili nurani. Dia meliat pelanggaran, dia mendengar teriakan kami, tapi dia tidak memasukkannya dalam hati. Bagaimana bisa, jika hati pun mungkin mereka tidak punya. Di kompetisi seperti inikah Arema kami harus berakhir. Mulut saya dan teman-teman tidak berhenti merapal doa, agar pemain kami jauh dari cidera, permainan berjalan lancar dan kami menang. Tidak berhenti bernyanyi, tidak berhenti berdoa, tidak jera kami mendukung, tapi inikah yang harus diterima tim kebanggaan kami?.

Jangan marah kawan, saya tahu rasanya, sudahlah saya mengerti. Beberapa anda yang membaca yang pernah di 'pecundangi' Arema dengan 'hadiah-hadiah' nya yang tidak bisa saya pungkiri, saya meminta maaf. Saya mengerti rasanya, keluar dari stadion dengan langit yang semakin gelap dengan ribuan tanda tanya berkelebatan di kepala. Saya mengerti rasanya jika anda ingin menghajar wasit saat itu juga. saya mengerti perasaan anda, karena kita suporter dan saya merasakannya juga.

saya bukan orang yang memiliki akses khusus ke dalam tim-tim sepakbola nasional kita. saya pun bukan official tim, panpel, dan apapun yang terhubung dengan tim dan tetek bengeknya. saya cuma suporter, pekerjaan saya mendukung, terlebih dari pada itu pekerjaan saya adalah mengamati dan menganalisa.

saya bosan. sepak bola bukan permainan satu dua orang, ini milik pemain di lapangan, ini milik suporter, berilah kami wasit yang jujur, wasit yang mampu menjaga hati nuraninya. sepak bola itu game, dan game dimainkan tanpa emosi tanpa tendensi. Game dimainkan dengan rasa senang, di tonton dengan enjoy, have fun dan setiap momen harusnya jadi a good time.

game
dimainkan apa adanya, harusnya tanpa skenario. saya kemudian berpikir, mungkin laga pertama liga sebelah masih disiarkan secara amatir, mungkin juga masih tidak mampu menyuguhkan pertandingan 'seimbang' antara kedua belah tim. tapi mereka bermain dengan senang, tiket sold out, suporter pulang dengan "tepuk di hati" yah kami kalah karena pemain kami bermain tidak cukup bagus atau yah kami menang karena pemain kami memang spektakuler. Wasit jujur, pemain jujur. itu awalnya. bahkan awal dari semuanya.

JUJUR ITU YANG TERPENTING DALAM PERMAINAN, KECUALI ANDA TERGOLONG ORANG-ORANG YANG MAU TERUS DIBOHONGI DAN ATAU MEMBOHONGI DIRI SENDIRI.

.adios.

DJ

tweets kesukaan saya pagi ini
@mrsnugrah > "pemain itu aset bangsa bukan Pak.katanya anda sayang mereka.tapi anda biarkan mereka terjatuh secara mental dilapangan krn wasit anda bodoh"

14 comments:

  1. Semua sudah tau bagaimana mafia wasit ini dikendalikan oleh PSSI-nya Nurdin Halid. Suap, jual beli pertandingan dan bahkan pengaturan skor sudah bukan merupakan hal tabu dan asing dalam kompetisi ISL.

    Jelas kita tidak bisa mengharapkan hal-hal yang tidak fair dan profesional tersebut di atas berubah selama PSSI masih diisi oleh para mafia dan bedebah2nya Nurdin Halid!

    Jelas juga bahwa kita perlu momentum untuk berubah dan mereformasi PSSI demi kemajuan sepakbola nasional.

    Terlepas dari kepentingan politik AP, semangat profesionalisme dan kompetisi yang fair yang ditunjukkan oleh LPI bisa menjadi alternatif.

    Saya tidak peduli siapa yang mau menyelenggarakan kompetisi sepakbola di Indonesia asalkan kompetisi tersebut berkualitas, profesional dan fair sehingga muaranya adalah majunya sepakbila nasional dengan banyaknya dihasilkan pemaen-pemaen yang berkualitas dan Timnas yang kuat.

    Bravo Sepakbola Indonesia! Reformasi PSSI! Turunkan Nurdin Halid!

    ReplyDelete
  2. menurut saya yang direformasi itu oknum dari pssi bukan PSSI sebagai organisasi
    ISL sudah benar dan selalu berinovasi
    tetapi oknum dibelakangnya yang diganti
    saya tidak mau mengomentari tentang IPL karena saya punya keyakinan bahwa liga resmi di tiap negara itu diselenggarakan oleh induk organisasi masing2 negara,dalam konteks ini ISL adalah liga dari pssi yang notabene punya hukum yang sah dan merupakan anggota sah dari AFC dan FIFA
    untuk lebih jelas dan mengerti alangkah baiknya kita membaca dan mengerti dari statuta FIFA tentang adanya liga

    ayas AREMA (arek malang) saat dikehidupan biasa dan AREMANIA disaat AREMA INDONESIA main


    AREMA dari ISL menuju ASIAN CHAMPION LEAGUE

    Fendy " ROOT " Decha

    ReplyDelete
  3. PROFESSIONAL sejati adalah dimana tiap tim bisa mencari sponsor dan menjual merchandise serta mengatur keuangan dengan baik
    bukan yang disubsidi baik oleh APBD maupun oleh pengelola atau pt yang lain
    percuma tidak memakai APBD tetapi menyusu dipengelola lain,sama saja bohong
    profesional semu,dan uang pembinaan sepakbola jelas akan semakin diselewengkan
    syukur alhamdulillah AREMA INDONESIA mulai lahir sampai sekarang bisa melakukanya walau masih harus banyak juga yang dibenah i

    dari MALANG untuk INDONESIA

    AREMA dari ISL menuju LCA

    -GDF- the ROOT

    ReplyDelete
  4. komen 1 : saya sependapat dengan anda Bung, siapapun anda. Kita sudah menyadari bahwa sepak bola kita sudah keluar dari jalurnya. semoga kita tidak tergolong sebagai orang2 yang tertutup mata batinya ^^b

    PSSI harus di reformasi dan Nurdin Halid harus turun.

    ReplyDelete
  5. Komen 2 : saya sudah membaca statuta FIFA,saya anggota fansclub FIFA dan saya tidak menemukan kesalahan di komentar anda.Anda benar 100%. Tapi sayangnya anda harus lebih banyak membaca opini, dan berita, berpikir sedikit di luar kotak. Jika anda berpikiran bahwa di dalam PSSI ada 'oknum' bisakah anda sebutkan siapa 'oknum' itu kepada saya, saya memiliki beberapa nama, mari kita check, siapa tahu kita menyimpan nama yang sama.

    FIFA mengundang LPI untuk berbicara masalah ini, apakah anda tahu?. Terlepas dari liga mana yang sah, FIFA bisa menilai mana yang fair dan tidak. Wait and see saja, saya bukan orang yang muluk ^^.

    Untuk Laga ISL, saya tidak bisa berkata banyak. Apa yang saya lihat kemarin di lapangan mungkin tidak tertangkap di layar televisi. semoga tulisan saya bisa mencerahkan. Jika anda Aremania, pasti anda akan geram melihatnya.

    Saya Aremanita di luar dan di dalam stadion, saat Arema bertanding atau pun tidak, mungkin itu yang membedakan saya dengan anda.

    ^^b bravo sepak bola Indonesia.

    ReplyDelete
  6. Komen 3 : Ini dia komen yang saya cari, saya sangat setuju. Club profesional haruslah mandiri, tanpa APBD atau suntikan dana dari korporasi manapun.

    Arema FC tim kebanggan kita, pionir club tanpa APBD. Saya setuju, tapi apalah gunanya tim ini profesional jika kompetisinya tidak. Bagaimana kita melihat Bustomi dkk bermain dengan kepemimpinan wasit yang lalim, tidak adil dan berat sebelah. Saya mencintai Arema, karena itu saya menulis artikel ini. ^^b

    terlepas LPI atau ISL, jika jujur jika fair tidak masalah. Saya hanya ingin kompetisi yang profesional.

    tentang ISL dan PSSI, jika mereka bisa berbenah, jika mereka bisa membuktikan diri lebih baik, mengapa harus takut dengan LPI.

    LPI itu ibarat shock terapi bagi PSSI, seharusnya ini ketukan untuk segera mempercepat pembenahan. LPI itu bukan tandingan, jika PSSI cerdas LPI dapat dijadikan alternatif kompetisi sehat, ingat tujuan dari kompetisi adalah membuka seluas-luasnya pintu bagi siapa saja untuk bertanding.

    Jadi mengapa PSSI harus takut pada LPI ?

    Arema akan tetap berjaya apapun kompetisinya. Asalkan kompetisi itu jujur, asal kompetisi itu membangun, Arema pantas jadi juara dimanapun.

    salam satu jiwa ^^b

    ReplyDelete
  7. nuwun, saya ikut berbagi saja.

    saat membaca tulisan keren diatas, saya teringat tulisan saya sendiri tentang "SEPAKBOLA STANDART ALA INDONESIA"..

    http://justjohan.wordpress.com/2008/07/21/sepakbola-standart-ala-indonesia/

    saya tidak tahu apakah sudah terjadi perubahan secara nasional atau masih dalam tataran regional suporter tiap klub saja yang berusaha menaikkan 'standart' ini..

    yang saya tau, AREMANIA telah memulainya dan saya bangga dengan hal itu, hanya saja sesaat setelah membaca tulisan diatas, saya malah berfikir apa Pertikaian antar Organisasi, perebutan nama baik, hingga mempolitisasi sepakbola, memang sudah jadi standart baru di bangsa IndoLebay ini yaa...?

    koq saya merasa setuju ketika kata 'profesional' benar-benar diperebutkan dengan pembuktian saja, jadi mau muncul LPI, ISL, SLI, PLI, ILP ataupun PLN juga gak akan masalah..

    eh, satu lagi...
    mungkin banyak yang membaca tulisan ini, jadi sekalian saya kampanyekan
    "alihkan dana APBD sepakbola untuk menekan harga Cabe".. :p

    Salam Satu Jiwa

    ReplyDelete
  8. "kalah menang,,hati senang,,itulah permainan.."
    lagu di atas rasa-rasanya sedikit gombal memang, tapi paling tifdak, kalau permainan fair, kekalahan masih bisa diterima dengan perasaan wajar. Kalau kalah dari wasit, memang nggak ada yang bisa nahan panas di dalam dada. Padahal sebelum kick off udah deg-degan nggak karuan, setelah peluit panjang berakhir, dapetnya lemes nggak karuan. Sebagai supporter kita cuma bisa bersuara dan berdoa. Sukur-sukur bisa berbuat lebih untuk kemajuan sepakbola kita. Sepakbola memang bukan nasi yang kita makan tiap hari, sepakbola juga bukan oksigen yang kita hirup di tiap nafas. Sepakbola hanya permainan konyol dimana 22 orang berebut 1 bola. tapi olahraga konyol itu bisa menghasilkan persaudaraan, kesenangan, kebanggaan dan kebahagiaan, atau juga perkelahian, permusuhan dan kesedihan, tidak hanya bagi 22 orang tersebut, tapi bahkan untuk kita-kita yang di luar 22 orang tersebut. Berdoa dan berharap semoga sepakbola kita bisa semakin maju, semuanya. Tim-tim yang berlaga, para supporter fanatiknya, perangkat pertandingan, dan juga prestasinya. Semoga..

    ReplyDelete
  9. @justjohan : belum berubah mas, tambah hancur mungkin. Saya sendiri juga tidak mengerti akan dikemanakan sepak bola negeri ini. Saya tidak membayangkan cita-cita anak-anak kecil seusia keponakan saya yang bercita-cita jadi kiper Timnas jika besar nanti.

    Apa yang akan saya katakan padanya dengan kondisi persepakbolaan yang carut-marut ini.

    semoga revolusi ini berjalan lancar mas.
    bravo sepak bola Indonesia.

    Amazing Campaign > saya dukung APBD juga untuk pendidikan dan membangun infrastruktur sekolah ^^ hihihi

    Salam satu jiwa mas ^^b

    ReplyDelete
  10. @emon ::: anda benaaarrrrrrr : ayoo dukunnggg kompetisi yang fair dan jujur, biar tidak ada dongkol-dongkol lagi. biar tidak ada tawuran di lapangan. biar tidak ada insiden Kapolda intervensi.

    demi persaudaraan ini, demi game yang kita cintai.

    majulah sepakbola Indonesia ^^

    salam satu jiwa.

    ReplyDelete
  11. sayang sekali, arema yang harusnya menjadi pioniir perubahan sekarang harus terbawa arus sang boss besar ADT,,,,

    ReplyDelete
  12. @anonim ::: saya setujuu sekali . Ini yang selalu menggelitik mulut saya, ingin rasanya saya datang ke kantor ADT dan bilang "Pak, Bapak bikin saya muntah,pergi sana dari Arema"

    Arema adalah tim besar yang mengendalikan jutaan massa. alat politik yang sempurna bagi ADT cs dan Nurdin Babi.

    Hanya orang jahat yang memakai sepakbola sebagai alat. Hanya orang jahat.

    bravo sepak bola Indonesia. semoga Arema cepat terbebas dari belenggu ini. ^^b

    ReplyDelete
  13. Loh...dulu ADT bisa masuk ke AIFC bagaimana ceritanya ?
    Mengapa koq AIFC bisa lepas dr tangan founding father om Lucky AZ ?
    Terus apa yg bisa kita lakukan selaku Aremania/nita ? Aku pribadi 'wis gak gaduk mikir' dg semua kemelut yg ada. Kalo ingin Aremania/nita saweran membeli saham AIFC (yg konon akan dilepas ke publik -cmiiw-) ya monggo kerso.
    Sebetulnya yg harus berperan banyak adalah Aremania/nita di Malang sendiri, krn mereka sangat dekat dg lokasi management AIFC.
    tanpa ada yg meng-koordinir dan menggerakkan Aremania/nita di kota Malang semuanya adalah nonsense. Kita yg ada diperantauan cuma bisa 'urun rembug' bagaimana baiknya.

    Satu hal yg pasti harus dilakukan oleh Aremania/nita jika tetap ingin eksis dan menyingkirkan ADT : Rangkul kembali om Lucky AZ, krn apapun yg terjadi dia adalah icon pemersatu Aremania/nita.

    BTW : sumpah....aku sungguh curious banget mengapa ADT koq bisa ada di AIFC ??? Ada yg bisa jawab ?

    herman.achbar@id.panasonic.com

    ReplyDelete
  14. @ppreyppsalsa : saya setuju dengan komennya sam/mbak. Memang Aremania dan Aremanita lah satu-satunya alat yang bisa menjatuhkan ADT dan sekali lagi membawa Arema menjadi 'merdeka' dan dewasa.

    Saya dengar (entah bagaimana kebenarannya) bahwa ADT itu dulu masuk pas Arema lagi kolaps ditinggal Bentoel sam/mbak. lalu datanglan ADT bak dewa penolong kala itu. tak taunya malah bikin Arema kayak gini, gak bisa menentukan langkah sendiri karena dibayang-bayangi kroni Nurdin.

    Saya setuju mas, Aremania/nita di Malang lah tonggak perubahan Arema, kalau mereka masih adem-ayem saja saya kira ini percuma. Sialnya, mengapa Aremania jadi melempem saat di depan ADT itu juga saya heran mas/mbak.

    itulah yang sekarang sedang ramai di bicarakan, mengapa Aremania 'sepertinya' adem-ayem dengan kondisi seperti ini. percuma mereka meneriakkan nurdin turun tapi sikap mereka sebaliknya.

    bravo Arema yang profesional dan 'merdeka'. ^^b

    ReplyDelete