Sunday 16 October 2011

AYAH DAN SAYA

Ingatan saya kembali ke tahun 2008, ketika saya lulus dari Universitas Brawijaya dengan idealisme menggelegak di dada. tekad saya cuma 1, saya harus diterima di perusahaan besar bekerja secepatnya. jangan biarkan otak saya tumpul karena dicecar hari menganggur dan aus karena dipaksa mengirim berlembar-lembar amplop coklat ke berbagai perusahaan, mengemis minta di beri pekerjaan. lain daripada itu posisi saya harus bagus, saya tidak mau posisi yang cuman mengantar-antar surat atau foto copy, paling tidak saya harus memegang sebuah posisi yang memberi saya ruang untuk menganalisa dan berpikir menggunakan otak, bukan hanya otot.

tapi toh itu hanya impian saya. Allah swt tidak ingin saya mendapatkan apa yang saya inginkan dengan mudah.

saya mendaftar ke Nestle (pengalaman pertama saya melamar pekerjaan), tahap demi tahap saya berhasil lalui dengan baik, namun saya gagal karena dua pertanyaan mendasar yang tidak mampu saya jawab dengan benar di sesi wawancara dengan staf dan kepala HRD.pertanyaan itu masih saya ingat sampai hari ini, dan hati saya masih suka sakit mengingatnya.

pertanyaan :
1. Kepala HRD menyuguhkan selembar kertas kosong kepada saya kala itu. Dia menggambar sebuah diagram bertingkat, seperti flowchart. paling atas dia menulis direktur Nestle, agak kebawah sedikit dia menulis 'para manajer', lalu kebawah lagi 'para supervisor', beberapa garis ke bawah menukik tajam, dia menulis 'staf' dan dia menambahkan tanda -sama dengan- (=) dan tulisan 'kamu' disampingnya. saya menangkap maksudnya 'saya' = 'staf' = 'posisi paling bawah' di dalam piramida perusahaan ini.

"10 tahun lagi kamu berada di mana?"

di sinilah saya tahu bahwa sebenarnya saya bukanlah orang yang selama ini saya pikirkan. naluri saya spontan menunjuk kata 'supervisor' dan ballpoint yang dia berikan kepada saya untuk menunjuk saya pakai untuk menulis HRD. Kepala HRD di depan saya tersenyum kecil, meminta ballpoint dan melipat kertas di depan kami menjadi dua bagian dan menyingkirkannya.

2. Dia mengambil file lamaran saya dan membaca lirih seperti ini kira-kira "Lahir 1986 di Malang, rumah di Malang, kuliah di Malang". lalu di mendongak melihat saya lagi dan kemudian bertanya "TK,SD,SMP,SMA dimana?", saya jawab cepat tanpa ragu "Malang Pak". Dia tersenyum dan bertanya lagi "anda suka travelling mengunjungi tempat-tempat baru, atau pernah ke luar negeri?" . saya menjawab "saya tidak pernah melakukan perjalanan keluar negeri Pak, belum lebih tepatnya. Untuk travelling, saya kurang suka jalan-jalan Pak, saya lebih suka berada di suatu tempat yang saya kenal dengan baik.

Kemudian dia menutup file saya dan tersenyum (lagi),bangkit dari tempat duduknya dan menyalami saya, "selamat sesi wawancara anda telah selesai, pengumuman akan kami kirimkan melalui email dalam jangka waktu 2 minggu, ditunggu saja pemberitahuan dan kabar selanjutnya dari kami. sukses selalu". saya pun bangkit, tersenyum, dan lega. apapun hasilnya paling tidak wawancara ini telah terlewati.

dua minggu berikutnya, sampailah saya di suatu titik. dimana tidak ada email masuk dari Nestle. dan saya jatuh sakit. nenek sedih melihat kondisi saya, pacar saya datang berkunjung dan mungkin sedikit kecewa. mengapa saya begitu memikirkan kegagalan ini, sampai akhirnya jatuh sakit. apakah tidak ada hal lain yang jauh lebih penting untuk dipikirkan dan fokus untuk bangkit lagi.

saat-saat malam ditengah vertigo yang semakin parah itu saya merenung dalam aliran air mata yang entah mengapa tidak jua ingin berhenti. mengutuk, menyalahkan diri sendiri, mengapa saya begitu bodoh, mengapa saya tidak diterima, mengapa saya tidak berhasil. dan akhirnya saya teringat dengan dua pertanyaan pamungkas dari sang Kepala HRD. 'SAYA TIDAK MEMILIKI VISI UNTUK MENJADI MAJU DAN MEMIMPIN' dan 'SAYA TIDAK MEMILIKI BAKAT UNTUK BERTAHAN DAN MANDIRI DI TEMPAT DAN LINGKUNGAN BARU'. dan saya pun menangis sejadi-jadinya.

saya dilahirkan di dalam keluarga yang sederhana, hidup kami apa adanya. ambisi hanya milik orang berada, kami sekeluarga hanya hidup dengan tekad dan harapan, itu saja. menjalani hidup dengan apa yang kami punya, dan berusaha melakukan yang terbaik dengan rasa syukur. mungkin karena hidup kami yang pas-pasan cenderung kekurangan, ayah saya selalu mengajarkan 'pandai-pandailah bersyukur dan jadilah dirimu sendiri'.

ayah bukan tidak mau menyekolahkan saya dan kakak ke luar kota,seperti UNAIR,UI,UGM,UNPAD.hanya saja modal yang dimiliki ayah sangat terbatas, sedangkan kuliah ke luar kota berarti menambah biaya kos, makan, dan segala kebutuhan. Malang,kata ayah, tidaklah kalah maju, jika bisa bersekolah bagus di sini, mengapa harus ke kota lain. jadilah saya, dari TK sampai kuliah tetap di Malang, bersama keluarga.

ayah juga bukan tidak mau mengajak saya sekeluarga jalan-jalan. bersenang-senang, mengunjungi tempat-tempat wisata dan taman bermain. namun, pertimbangan ayah adalah, uang itu dapat dia simpan untuk kebutuhan yang lebih penting seperti kebutuhan rutin keluarga, membeli obat, dan membayar biaya pendidikan anak-anak nya. pekerjaan ayah tidak membuatnya memiliki banyak tabungan, jadilah tabungan ayah selalu terkuras saat membayar uang semester atau membeli buku untuk saya dan kakak. jalan-jalan? lebih baik saya tidak pernah berharap, atau saya hanya akan kecewa saja. namun, saya boleh berbangga memiliki ayah seperti dia, alih-alih mengajak kami jalan-jalan, dia membeli buku gambar dan kaset musik. kecintaan beliau kepada musik dan menggambar membuat saya percaya bahwa saya tidak butuh jalan-jalan, saya bisa melakukan apa saja dirumah sambil mendengarkan musik dan menggambar. jadilah saya tidak pernah travelling, mengunjungi tempat-tempat baru, apalagi ke luar negeri.

dan saya pun menangis bukan karena saya kecewa pada ayah, namun karena saya sangat merindukannya. bulan itu tepat 2 tahun kepergian ayah. andai saja ayah masih di sini, dia pasti punya jawaban mengapa saya tidak mendapatkan apa yang saya inginkan. mengapa segalanya nampak begitu sulit untuk saya rengkuh. mengapa pengalaman masa kecil itu membentuk diri saya yang seperti ini. mengapa ayah?

waktu berlalu begitu cepat. dan sampailah saya di sini. di suatu titik dimana saya menyadari bahwa apapun yang diajarkan ayah kepada saya adalah yang terbaik yang bisa saya dapatkan dari seorang ayah. dia menyayangi saya apa adanya, mencintai saya dengan segala yang dia miliki, menyenangkan hati saya dengan segala kemampuan yang dia miliki. berjuang sekuat tenaganya membuat saya tidak merasa 'berbeda' dan 'minder' dengan keadaan kami yang terbatas. andai saya tahu kala itu bahwa ayah sangat ingin mengajak anak-anak nya berjalan-jalan, menikmati hidup di luar petak rumah kami yang kecil.

(dua tahun sebelumnya, 1 April 2006)
kalimat terakhir ayah pun tidaklah jelas dia ucapkan, kemampuan berbicaranya berkurang ketika komplikasi penyakit merenggut kekuatannya. ayah mengerang tepat 5 jam sebelum kepergiannya, jarinya yang lemah menunjuk-nunjuk saya. saya menghampirinya dan mendekat kepadanya untuk mendengarnya berbicara. tapi toh saya tidak sanggup menangkap sepatah katapun dari mulutnya, yang keluar dari sana hanya suara erangan dan desah lirih. namun saya membaca maksud ayah dari matanya. berkali-kali dia menoleh ke arah saya dan nenek, kemudian mulutnya bergerak seperti hendak mengatakan 'mama,mama,mama'. tangannya menepuk pundak saya, kemudian mengarahkan jarinya ke arah nenek, dan kemudian menyebut kata 'mama' yang berarti adalah ibu saya.

berkali-kali sampai akhirnya saya ta sanggup menahan tangis dan mengangguk pelan. matanya memandang saya lagi, mendekapkan kedua tangannya di dada, ayah kembali menunjuk ke arah nenek dan berkata 'mama'. 10 menit berlalu, berkali-kali dia melakukan gerakan-gerakan itu berulang-ulang. sampai akhirnya saya mengatakan padanya. "adek akan jaga dan nurut sama nenek dan mama". dan ayah pun memejamkan matanya sambil mengangguk pelan, kemudian menaruh kedua lengannya yang lelah di samping tubuhnya.

seminggu setelah ayah meninggalkan kami sekeluarga. nenek mengajak saya berbicara, katanya kala itu bahwa saya harus meninggalkan rumah, saya harus pergi untuk mencapai apa yang saya inginkan, dia tidak ingin saya berdiam di rumah seusai kuliah saya nanti. kemudian nenek memeluk saya dan berkata "lungo o sing adoh nduk, cah ayu. ojo nangis terus. sing ikhlas. suk, mbalik o mrene lek wis sukses. gedhekno ati mu. ojo dadi lan kuatir, omah iki tetep ndek kene ngenteni mulihmu". (pergilah yang jauh nduk,anak cantik. jangan menangis terus. yang ikhlas. nanti, kembali ke sini (rumah) kalau sudah sukses. ayo besarkan hatimu (tabahlah), rumah ini akan tetap di sini menunggu hingga kembalimu nanti).

menapak jejak di surabaya, jakarta, dan terus menapak tanah-tanah baru setelah itu. untuk nenek, mama, dan almarhum ayah.saya masih seperti yang dulu, tidak suka tempat baru, tidak suka lingkungan baru. namun rasanya saya harus, menepikan perasaan takut dan rindu pulang. untuk segala rasa memiliki yang ditanamkan ayah dengan begitu baik kepada keluarga, kepada tanah kelahiran, kepada diri sendiri. untuk segala rasa percaya bahwa kita bisa melakukan apapun dengan keterbatasan, dengan menjadi diri sendiri. untuk kesadaran yang ditanamkan ayah sejak dini, bahwa kami bukanlah keluarga kaya yang sanggup melakukan dan mendapatkan segala yang kami inginkan dengan mudah. untuk segala penerimaan dan rasa syukur yang diajarkan ayah, agar saya tahu bahwa kita tidak harus memiliki segalanya untuk bahagia dan merasa beruntung.

agar sanggup bertahan di dunia yang hanya ingin melihat apa yang ingin mereka lihat, bukan melihat apa yang seharusnya mereka lihat.

untuk almarhum Papa.

"Nobody gets too much heaven no more, It's much harder to come by, I'm waiting in line" -
(The Bee Gees, Too Much Heaven. Lagu Favorit Ayah). -> No, Dad, remember you have the VVIP tickets because of your great wisdom, then you should not need to wait in line like many others.

merindukanmu.sangat.
terima kasih telah membesarkanku dengan alunan Gary Moore dan The Bee Gees.

2 comments:

  1. assalamu'alaikum
    saya sudah baca postingan ini beberapa kali
    dan setiap kali membacanya bisa dipastikan saya menangis dan men-charge kembali semangat saya
    terimakasih telah berbagi cerita ini
    semoga study-nya lancar

    salam
    any (@anyzaiya)

    ReplyDelete
  2. Waalaikumsallam,

    terima kasih sekali, saya senang sekali jika tulisan saya bisa sedikit berguna. Aminn, terima kasih banyak, mohon doanya agar study dilancarkan.

    salam,
    canggih ( @mrnugrah )

    ReplyDelete